Senin, 15 Juli 2013

Dilema: Jadi Dokter atau Dosen? (part1)

Bismillahirrohmaanirrohiim...
Sebenarnya dua hal di atas merupakan sesuatu yang tak pernah terfikirkan olehku, namun ternyata saat ini saya menjalani keduanya.
Nah, kemarin saya iseng melakukan survei melalui twitter dan BBM, "Manakah yg harus ditinggalkan antara dosen dan dokter?"

Inilah beberapa hasil polling twitter, kebanyakan responden adalah laki-laki:
"Tinggal kan sj dosen, lebih baik fokus ke dokter. Seiring perjalann waktu hetti akan mnjadi dosen min bwt diri sndiri n kelrga"

"Kenapa tidak keduanya? Kalo saya melihat dokter yang bukan dosen kurang update sedangkan dosen yang bukan dokter kurang klinis"

"Dijalani 22 nya kak"

"dosen aja. Lebih cocok jd dokter keknya :D"

Dan ini hasil melalui BBM, sengaja saya pilihkan responden para ibu rumah tangga (IRT) yang saat ini menggeluti dosen dan mengesampingkan profesi dokternya:
"Awalnya tidak kepikiran u jd dosen, tetapi setelah dijalani ternyata nyaman dan lebih cocok ke nurani. Memang kebanyakan org awan pasti menyuruh memilih dokter, orang tua pun memaksa untuk praktek. Tapi aku lebih nyaman jadi dosen, bs bareng suami dan anakku lebih lama.Tapi sekali lagi itu konsekuensi yg harus diterima. Toh ilmu kita kepake ngajar itu jd ilmu yg bermanfaat, salah satu amalan yg tidak pernah putus meskipun kita telah tiada."

"Jadi dosen lebih nyantai, nek jaga klinik iku terikat waktu, selain itu jadi dosen bikin awet muda."

"karena aku suka ngajarin org di jaman kuliah, maka aku memilih jadi dosen. Kalo jaga klinik semua jenisnya sudah dijalani, mulai ptt, jaga RS, klinik di rumah. Ndak suka pacuan adrenalinnya. selalu deg2an nunggu kasus yg datang. Kalo jaga RS bs dipanggil sewaktu-waktu ninggalin keluargamu. Kalo ngajar, ilmu yg sama bisa difikir pelan dan tenang. Kalo aku memilih jd dosen atau jaga praktek yg tidak terikat institusi spt buka praktek d rumah, tapi jeleknya praktek di rumah itu sama aja, pasien dtg sewaktu2, ndak profesional. Lagi asyik2 main sama anak2, sdh jelas ditulis hari libur, ttp aja datang. Ya itu memang sudah konsekuensi jd dokter, tapi kalau sdh urusan keluarga itu jadi prioritas utama. Karena pernah pasien dtg saat aku sedang menyusui anakku, ya sdh aku tinggal si anak dan dia nangis.. jadi ga tega, makanya drpd jatuhnya tidak ikhlas menolong pasien lebh baik ditutup saja."

"Ya tentu dokter yg dtinggalkan itulah makanya berhenti dr praktek. Dokter waktu kerjanya ga jelas, siang, sore, malam, ga bisa dalam keadaan lelah, kerjaannya beresiko. Sedangkan pekerjaan IRT juga waktunya ga jelas, ketika anak masih kecil ya begadang, kalau praktek pulang ke rumah bawa kuman. Tapi kalau ngajar waktu bisa di atur, jam bs disesuaikan."

Sedangkan jawaban dari teman laki-laki yang profesinya dokter:
"Aku mau istriku mengurus anak-anaknya, makanya aku ga mau punya istri dokter dek, beban ke ortunya, masa iya mereka sudah menyekolahkan mahal-mahal, kita larang anaknya untuk jadi dokter. Jadi amannya mencari yg non dokter."

"Istriku aku suruh berhenti praktek, buat apa? uang nya ga seberapa, badannya capek, kasihan, belum lagi harus ngurusin rumah dan aku. Biar aku saja yg praktek, banting tulang cari uang."

"yah suruh berhenti praktek lah, urus anak-anak, percuma ibu bapaknya dokter, berpendidikan tinggi kalau anaknya di urus dg pembantu yg SD aja ga tamat, mau jadi apa anaknya?"

Nah, kalo para pembaca (khususnya yang sedang menggeluti bidang yang sama) gimana nih? Mengalami juga dilema yang dirasakan teman saya ini? :)

-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ini hasil tulisan dari dr. Hetty dengan pengeditan seperlunya, bisa langsung dicek di TKP berikut...
http://www.sakura21saa.com/2013/03/antara-dokter-dan-dosen.html#.Ud7Vt6x34oE

Sabtu, 22 Juni 2013

Apel Dapat Membersihkan Batu Empedu: Mitos atau Fakta?

Wike Astrid Cahayani

Sebagai lanjutan dari artikel yang saya tulis sebelumnya tentang penyakit batu empedu, saya ingin menguraikan sedikit hal mengenai aspek penanganan batu empedu. Dalam artikel sebelumnya, saya sempat menuliskan terdapat tiga jenis tatalaksana yang dapat dilakukan untuk mengeliminasi batu empedu, yaitu prosedur bedah (laparoskopik), penggunaan shockwaves untuk menghancurkan batu, serta obat-obatan atau zat pelarut batu. Pilihan bedah laparoskopik saat ini merupakan prosedur yang paling direkomendasikan untuk menghilangkan batu empedu. Akan tetapi, mungkin bagi sebagian orang prosedur ini tetaplah terasa horor dan menyakitkan, sehingga acapkali mereka berusaha mencari prosedur lain yang dianggap lebih tidak invasif namun efektif. Salah satu yang sering kita dengar adalah pemanfaatan terapi alternatif, seperti pijat refleksi, akupuntur, bekam; atau penggunaan obat-obatan herbal dan pembenahan pola nutrisi.

Dari sejumlah pengobatan alternatif dan pendekatan nutrisi yang saya ketahui, salah satu yang paling populer di mesin pencari saat ini adalah pembersihan batu empedu menggunakan jus buah apel segar selama kurun waktu tertentu. Berikut prosedur pembersihannya menurut beberapa sumber (yang lebih nge-trend dengan istilah gallbladder flush atau liver flush atau liver cleansing):
 1. Selama lima hari berturut-turut, Anda diharapkan meminum empat hingga lima gelas jus buah apel segar setiap hari, atau makanlah empat atau lima buah apel segar, tergantung selera Anda. Jenis apelnya bisa apel yang mana saja, tapi ada yang menyarankan apel  yang terasa agak masam dan airnya tidak terlalu banyak (tidak juicy). Apel berkhasiat melembutkan batu empedu*. Selama masa ini, Anda boleh makan seperti biasa.
2. Pada hari ke-enam jangan makan malam. Jam 6 petang, aduklah satu sendok teh garam Inggris (magnesium sulfat) dengan segelas air hangat. Jam 8 malam lakukan kembali hal yang sama. Magnesium sulfat berkhasiat membuka pembuluh-pembuluh kandung empedu*. Jam 10 malam, campurkan setengah cangkir teh minyak zaitun (atau minyak wijen) dengan setengah cangkir sari jeruk segar (ada yang menggunakan perbandingan minyak zaitun : jus jeruk/jus lemon = 2/3 cup : 1/3 cup). Aduklah secukupnya sebelum diminum. Jus jeruk atau jus lemon dapat menghilangkan rasa mual saat meminum minyak zaitun dalam jumlah besar. Minyak zaitun sendiri diklaim dapat melumasi batu-batu empedu yang berguna untuk melancarkan keluarnya batu empedu*.
3. Setelah meminum ramuan tadi, Anda disarankan untuk tidur dan berbaring miring sebelah kiri (ada sumber lain yang menyebutkan sebelah kanan). Keesokan harinya, Anda mungkin akan mengalami mulas sepanjang hari dan akan ke belakang selama beberapa kali. Menurut beberapa sumber dan beberapa herbalis, hal itu wajar dan merupakan proses detoksifikasi*. Pada umumnya, seseorang yang menjalani terapi ini akan menemukan “batu-batu” berwarna kehijauan dalam limbah BAB yang biasanya mengambang.

Dari uraian tersebut, terdengar lebih menarik, sederhana, murah, mudah, serta aman dibandingkan prosedur bedah yang lebih invasif. Cara tersebut juga memiliki kelebihan karena langsung “terlihat hasilnya” setelah meminum campuran garam Inggris-jus jeruk-minyak zaitun. Akan tetapi, karena latar belakang pendidikan saya mengharuskan segala informasi kesehatan selayaknya berbasis bukti dan dapat dipertanggungjawabkan, hal ini kemudian mendorong saya untuk mencari sumber-sumber lain yang juga akurat dan berimbang (hehe, #smile#).

Alhasil, dari beberapa search engine dan juga journal search engine, saya menemukan beberapa artikel dan jurnal penelitian yang membahas mengenai pemanfaatan buah apel untuk menghilangkan batu empedu (ataupun melembutkan batu, whatever). Akan tetapi, setelah saya baca-baca lagi, ternyata tidak semua sumber tersebut didasarkan pada prosedur baku penelitian ilmiah, namun beberapa hanya berdasar pada pengalaman pribadi yang kurang lebih sama dengan uraian saya di atas. Begini kisahnya….

Salah satu jurnal keluaran Lancet tahun 1999 (kurang tepat sih kalo disebut jurnal, mungkin bagi kita ini lebih seperti surat pembaca, dan yang nulis kebetulan adalah praktisi kesehatan) menyatakan bahwa salah seorang wanita telah mencoba terapi jus apel tersebut dan berhasil menemukan ‘bebatuan kehijauan’ keesokan pagi pada BABnya. Setelah dikonfirmasi di rumah sakit pendidikan daerah setempat, batu tersebut dinyatakan sebagai ‘batu lemak’ (fatty stones). Batu lemak di sini dimaksudkan sebagai benda-benda kecil yang berbentuk seperti batu dengan  lemak sebagai komposisi utamanya. Akan tetapi, tidak ada statement dari RS yang menyatakan bahwa batu lemak tersebut adalah batu empedu.

Lalu, demi mendapatkan hasil pembanding terhadap testimoni tersebut, terdapat beberapa penelitian lain yang coba melakukan hal yang sama. Salah satu hasil penelitian mengemukakan bahwa hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap pasien batu empedu yang diterapi dengan jus apel (dengan cara yang sama), menunjukkan bahwa “batu-batu” yang keluar bersama BAB sama sekali tidak mengandung struktur kristal dan mencair menjadi suatu cairan hijau berminyak setelah 10 menit berada dalam suhu 40°C. Melalui suatu metode pemeriksaan kimiawi, “batu-batu” tersebut juga terbukti tidak mengandung kolesterol, bilirubin, maupun kalsium yang biasanya terkandung dalam batu empedu. Di samping itu, 75% materi yang mendominasi “batu-batu”  tersebut adalah asam lemak. Nah, peneliti kemudian melakukan eksperimen lain dan menemukan bahwa apabila kita mencampur suatu volume yang sama dari asam oleat (komponen utama dalam minyak zaitun) dengan jus lemon dan sedikit larutan kalium hidroksida, akan menghasilkan beberapa bentukan bola-bola kecil keputihan yang sifatnya padat. Jika bola-bola tersebut dikeringkan pada suhu kamar, maka akan semakin padat dan mengeras mirip batu.

Para peneliti tersebut kemudian menyimpulkan bahwa “batu-batu hijau” yang keluar bersama BAB merupakan hasil kolaborasi dari enzim lipase dan campuran triasilgliserol (lemak) dari minyak zaitun, yang kemudian menghasilkan asam karboksilat rantai panjang. Proses tersebut berlanjut dengan reaksi saponifikasi yang kemudian menghasilkan bentukan misel besar dari potassium carboxylates atau “soap stones (potassium ditemukan dalam jus lemon dengan kadar yang tinggi).

Well, gampangnya sih…, jika kita mengkonsumsi regimen terapi yang terdiri atas jus lemon dan minyak zaitun (terlebih dalam jumlah besar, seperti yang disarankan pada terapi alternatif di atas), lalu kita meminum semacam obat pencahar, alhasil di BAB kita akan ada sekumpulan benda asing yang tampak seperti batu-batu kehijauan. Namun, sekalipun kita tidak mengkonsumsi apel, yaitu hanya dengan minum jus lemon dan minyak zaitun, hampir bisa dipastikan bakal ada ‘batu-batu’ tersebut. Nah… inilah yang sebenarnya terjadi, batu-batu itu bukanlah batu yang berasal dari batu empedu, tapi hanyalah hasil reaksi jika jus lemon bertemu dengan minyak zaitun. Berikut saya sajikan gambar si batu yang dari tadi jadi bahan perbincangan kita:
 (Atas) ‘Batu-batu’ kehijauan dari limbah BAB pasien yang mengkonsumsi jus lemon dan minyak zaitun. (Bawah) Batu empedu yang diperoleh dari hasil operasi. (http://www.lancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736%2805%2966373-8/fulltext)

Oia, ada beberapa hal yang agak menggelitik saya tentang beberapa kalimat dalam panduan terapi alternatif jus apel di atas. Ijinkan saya sedikit berkomentar… :)
*Apel berkhasiat melembutkan batu empedu.
Sejauh ini belum ada penelitian yang sampai pada kesimpulan pasti bahwa apel dapat menghancurkan ataupun melembutkan batu yang terdapat dalam kandung empedu. Jikapun memang ada dan bisa demikian, mekanismenya secara jelas tentu perlu kita ketahui bukan?
*Magnesium sulfat berkhasiat membuka pembuluh-pembuluh kandung empedu.
Magnesium sulfat atau yang lebih populer dengan istilah garam Inggris, merupakan salah satu jenis obat pencahar atau pelancar BAB. Tokcer dah buat yang lagi sembelit J. Tapi kalau untuk membuka pembuluh kandung empedu? Hmm, jelas saya meragukan hal tersebut. Pembuluh apa nih yang dimaksud? Jika melihat konteks kalimatnya sih mungkin dimaksudkan si garam Inggris ini bisa membuka saluran antara kandung empedu dengan usus 12 jari atau duodenum, sehingga si batu diharapkan bisa ‘meluncur’ dan keluar melalui usus, hingga akhirnya keluar bersama limbah BAB. Tapi, faktanya saluran yang disebut sebagai duktus koledokus tersebut dalam kondisi normal memang selalu terbuka. Jadi, kurang tepat jika fungsinya untuk itu.
*Minyak zaitun sendiri diklaim dapat melumasi batu-batu empedu yang berguna untuk melancarkan keluarnya batu empedu.
Belum ada informasi valid yang menyatakan bahwa batu empedu dapat dengan sendirinya melewati saluran empedu lalu menuju usus, apalagi dipermudah dengan minyak zaitun. Malah adakalanya batu yang melewati saluran empedu dapat menyumbat dan menyebabkan gejala nyeri hebat di perut yang disebut sebagai kolik bilier. So, kurang masuk akal juga sih jika minyak zaitun dapat ‘melumasi’ batu.
*detoksifikasi
Secara pribadi, saya kurang setuju jika istilah ini dipakai untuk proses yang menurut saya lebih tepat disebut sebagai kondisi yang mendekati diare. Terlebih apabila setelah meminum regimen terapi tersebut, pasien jadi bolak-balik ke belakang hingga jatuh dalam keadaan dehidrasi. Tentunya hal tersebut kurang tepat jika dimaknai sebagai detoksifikasi.

Kesimpulannya, informasi mengenai apel yang mampu menghancurkan batu empedu merupakan mitos belaka. Buah apel, minyak zaitun, dan jus lemon memang jelas bermanfaat baik bagi tubuh. Tetapi, alangkah baiknya segala yang baik tidak dikonsumsi secara berlebihan. Hal yang dapat kita lakukan saat ini adalah dengan mengatur pola hidup sehat, yaitu makan makanan bergizi dan seimbang, istirahat dan berolahraga secara teratur. Kalaupun kita curiga apakah kita memiliki batu empedu atau tidak, sebaiknya dikonsultasikan dengan orang-orang yang ahli di bidangnya, misalnya dokter umum dan juga dokter spesialis penyakit dalam atau bedah. 

Semoga sekelumit informasi ini berharga untuk Anda. Bersikap kritis dan bijaksana dalam menyerap informasi kesehatan tentu tidak ada ruginya. Tetap sehat dan tetap semangat :)

Selasa, 22 Januari 2013

Lebih Dekat dengan Batu Kandung Empedu (Kolelitiasis)

Wike Astrid Cahayani

Dewasa ini, penyakit batu empedu (kolelitiasis) menjadi salah satu masalah kesehatan yang penting di belahan dunia Barat. Hal ini dikarenakan 10-20% orang dewasa di benua Amerika terkena batu empedu. Di samping itu, pembiayaan kesehatan untuk mengatasi kolelitiasis dan komplikasinya juga sangat besar. Adapun di Indonesia sendiri, penyakit ini agaknya baru sebatas permasalahan klinis yang ringan, oleh karena angka kejadian yang tercatat tidak begitu besar.  Hal ini disebabkan sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak menunjukkan gejala (asimtomatik).
Meskipun demikian, tidak ada salahnya berkenalan lebih dekat dengan si batu empedu ini. Yah…mungkin saja sedikit informasi yang kita punya bisa bermanfaat bagi teman, kerabat, atau bahkan mungkin diri sendiri yang sedang bergulat dengan batu empedu. Tapi, bagaimana ceritanya ya terbentuknya si batu empedu ini.

“Asal-Muasal” Si Batu Empedu
Mungkin bagi sebagian dari kita, penyakit ini terdengar lebih asing dibandingkan penyakit “batu-batuan” yang lain, misalnya batu ginjal. Gejala yang dirasakan sebagian besar pasien pun tidak seberat penderita batu ginjal, bahkan acapkali tidak menimbulkan gejala.
Lantas, dari manakah batu empedu tersebut berasal? Sebelum membahas lebih jauh, tentunya kita perlu menyinggung sedikit tentang anatomi dan fisiologi dari kandung empedu dan hati.
Hati dan kandung empedu terletak di sebelah kanan atas rongga perut. Secara anatomis, kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk seperti buah pir yang terletak tepat di bawah lobus kanan hepar (hati) dan terdiri atas bagian fundus, korpus, dan kolum. Ukurannya sekitar 7-10 cm. Kandung empedu berfungsi menampung cairan empedu yang disekresi oleh hati . Kapasitas simpan yang dimiliki kandung empedu sekitar 50 ml. Permukaan sebelah dalam kandung empedu ini berupa lapisan mukosa yang membentuk cekungan kecil dekat dengan kolum, yang biasa disebut sebagai kantong Hartman. Kantong Hartman bisa menjadi tempat favorit tertimbunnya batu empedu. Selain di kandung empedu ini, batu empedu juga bisa terbentuk di saluran empedu (koledokolitiasis).
Fungsi utama dari kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Empedu berperan dalam membantu pencernaan dan absorbsi lemak, ekskresi metabolit hati, dan produk sisa seperti kolesterol, bilirubin, dan logam berat. Empedu dapat menjadi pekat selama berada di dalam kandung empedu karena terjadinya proses reabsorbsi ion-ion natrium, kalsium, klorida, dan bikarbonat, serta diikuti oleh proses difusi air sehingga terjadi penurunan pH.

Tipe-tipe Batu
Adapun jenis batu empedu secara klinis digolongkan menurut tiga jenis (ada pula yang menggolongkannya menjadi dua jenis saja), yaitu:
  1. Batu kolesterol, di mana komposisi kolesterol bisa melebihi 70%.
  2. Batu pigmen coklat, komponen utamanya mengandung calcium bilirubinate.
  3. Batu pigmen hitam, kaya akan residu hitam yang tidak terekstraksi.
Di masyarakat Barat, komposisi batu empedu terbanyak adalah batu kolesterol. Pada dasarnya, kolesterol yang tersimpan dalam kandung empedu tadi memiliki sifat tidak larut air. Agar dapat dikeluarkan dari tubuh secara sempurna, maka kolesterol ini harus dibuat sedemikian rupa agar larut dalam air. Caranya dengan diagregasikan bersama garam empedu dan lesitin yang disekresikan ke dalam kandung empedu. Lantas, apabila konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi (titik paling jenuh) empedu, maka kolesterol tidak lagi mampu berada dalam kondisi terdispersi, sehingga dapat menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol yang padat.
Mengenai faktor risiko dan penyebab terbentuknya batu terkait oleh beberapa hal berikut: 
  • Infeksi saluran empedu, yaitu infeksi yang disebabkan oleh kuman E. coli dan kuman lain yang berada dalam saluran empedu. Kuman tersebut dapat memproduksi suatu enzim yang apabila kadarnya berlebihan dapat menyebabkan terbentuknya endapan calcium bilirubinate (komponen batu pigmen). 
  • Stasis empedu. Empedu yang terlalu lama berada dalam kandung empedu dapat menajdi terlalu pekat sehingga terbentuk kristal-kristal kolesterol. 
  • Faktor diet. Diet kaya lemak dapat memicu terbentuknya batu empedu. Obesitas, malnutrisi, atau penurunan berat badan yang terlalu cepat juga dapat memicu peningkatan sekresi kolesterol dalam kandung empedu. 
  • Medikasi. Pengaruh estrogen (kontrasepsi hormonal dan kehamilan), obat penurun kadar kolesterol dalam darah, obat penurun berat badan. 
  • Jenis kelamin. Baik pria maupun  wanita sama-sama memiliki kemungkinan terkena penyakit batu empedu. Akan tetapi, angka kejadian pada wanita terutama bagi mereka yang berusia di atas 40 tahun akan meningkat 20% lebih besar dibandingkan pria. Hal ini juga terkait erat oleh faktor hormonal dalam siklus hidup wanita, serta akumulasi penggunaan kontrasepsi hormonal.
  • Riwayat keturunan dalam keluarga.
Gejala Batu Kandung Empedu
Berdasarkan gejalanya, pasien dengan batu empedu pada umumnya dikelompokkan menjadi tiga kelompok:
1. Pasien dengan batu asimtomatik (tanpa gejala)
Sekitar 70-80% pasien dengan batu empedu pada umumnya tidak menunjukkan gejala. Dari sejumlah pasien tersebut, rata-rata tetap asimtomatik seumur hidupnya, sedangkan sebagian kecil mengalami gejala nyeri yang khas dan juga komplikasi.
2. Pasien dengan batu simtomatik (dengan gejala)
Gejala batu empedu yang sifatnya khas adalah kolik bilier. Kolik bilier ini merupakan rasa nyeri yang hebat sampai kejang  yang pada umumnya dirasakan di daerah rongga perut sebelah kanan atas, tempat di mana kandung empedu dan salurannya berada. Nyeri hebat tersebut juga bisa berlokasi di daerah epigastrium tetapi ada pula yang merasakannya di perut sebelah kiri atau di dekat jantung. Nyeri berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam. Di samping nyeri, gejala juga dapat disertai muntah, menggigil, dan rasa terbakar di bagian epigastrium (heartburn).
3. Pasien dengan komplikasi batu empedu
Komplikasi yang terjadi bisa berupa:
  • Kolesistitis akut, yaitu peradangan akut kandung empedu. Gejalanya meliputi nyeri perut kanan atas, kadang disertai mual, muntah, dan demam.
  • Ikterus, yaitu perubahan warna kulit, sklera mata, atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang kadarnya meningkat dalam sirkulasi darah.
  • Kolangitis. Istilah ini biasanya digunakan untuk peradangan akut dinding saluran empedu, yang sebagian besar disebabkan oleh invasi bakteri atau adanya sumbatan oleh batu di dalam saluran empedu. Gejala kolangitis akut yang klasik adalah trias Charcot, meliputi nyeri perut daerah kanan atas, ikterus, dan demam (50% kasus). Kondisi parah dari kolangitis adalah kolangitis akut supuratif (empedunya bersifat purulen/bernanah) yang gejalanya adalah trias Charcot ditambah penurunan tekanan darah, jumlah urin berkurang, dan gangguan kesadaran.
  • Pankreatitis batu empedu akut, yaitu peradangan pankreas akibat sumbatan batu empedu di papilla Vateri.
Diagnosis Batu Kandung Empedu
Sebelum ditemukan teknologi pencitraan mutakhir seperti menggunakan ultrasonografi, diagnosis batu kandung empedu didasarkan pada hasil anamnesis dengan pasien dan hasil pemeriksaan fisik. Karena gejalanya yang sulit dibedakan, penyakit ini sering disalahartikan sebagai gastritis atau hepatitis yang berulang.
Saat ini, metode dan pilihan pertama untuk menunjang pemeriksaan terhadap adanya batu kandung empedu adalah dengan ultrasonografi (USG) pada daerah perut.  Dengan USG, ketepatan diagnosis terhadap adanya batu empedu ini bisa meningkat hingga 95%. Selain menggunakan USG, batu empedu juga dapat dilihat dengan CT Scan (Computed Tomography Scan) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Dapat pula menggunakan pemeriksaan radiologi yang spesifik, yaitu dengan HIDA Scan (Hepatobiliary Iminodiacetic Acid Scan). HIDA Scan dapat memeriksa aliran empedu yang mengalir dari hati dan kandung empedu menuju ke usus halus (bagian duodenum).
Pemeriksaan laboratorium juga dibutuhkan untuk menunjang tegaknya diagnosis batu empedu, di samping untuk mengidentifikasi apakah terdapat kerusakan pada organ hati dan pankreas sebagai akibat komplikasi kolelitiasis. Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan antara lain, hitung darah lengkap (Complete Blood Count/CBC), Chem 12 (Comprehensive Metabolic Panel), dan Lipase. Dari hitung darah lengkap, kita dapat memperoleh informasi jumlah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan trombosit. Hitung darah lengkap juga mengidentifikasi ukuran dan bentuk dari eritrosit, serta tipe-tipe leukosit. Chem 12 pada umumnya memeriksa biokimia darah dan dapat membantu diagnosis terhadap penyakit yang terjadi pada hati dan ginjal. Panel dalam Chem 12 meliputi elektrolit-elektrolit (natrium, kalium, karbon dioksida, klorida), tes fungsi ginjal (kreatinin, blood urea nitrogen), protein (albumin, total protein), tes fungsi hati (SGPT, SGOT, bilirubin), glukosa, dan kalsium. Lipase merupakan enzim yang diproduksi oleh pankreas. Tes lipase berfungsi untuk mengukur kadar lipase dalam serum, yang apabila kadarnya meningkat berarti dimungkinkan terjadinya kerusakan atau peradangan pada pankreas (pankreatitis).

Penatalaksanaan Batu Empedu
Penanganan yang sifatnya pencegahan untuk batu empedu asimtomatik pada umumnya tidak dianjurkan. Hal ini dikarenakan sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan mengalami keluhan, selain karena masalah jumlah batu, besar, maupun komposisinya tidak berhubungan dengan timbulnya gejala selama dalam pemantauan klinis. Kalaupun nanti timbul keluhan, umumnya ringan sehingga penanganannya dapat elektif.
Penanganan standar baku batu empedu saat ini berupa pembedahan yang aman dan efektif dengan jalan laparoskopik. Dibandingkan bedah terbuka pada umumnya, bedah laparoskopik memiliki kelebihan berupa rasa nyeri yang minimal, masa pulih yang lebih cepat, masa rawat yang pendek, dan luka parut yang sangat minimal yang akan tersembunyi di daerah umbilikus (pusar). Mengenai penanganan batu empedu yang lebih jarang, bisa melalui penghancuran dengan gelombang-getaran (shock waves) atau dengan penggunaan obat pelarut batu.
Adapun zat pelarut batu empedu, hanya digunakan untuk tipe batu kolesterol pada pasien yang karena suatu sebab tidak dapat melalui prosedur pembedahan. Mekanisme kerja obat pelarut batu empedu berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol sehingga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu diharapkan dapat melarut lagi. Jenis obat yang tersedia adalah golongan kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Kenodeoksikolat bekerja dengan cara menghambat sintesis kolesterol dalam hati, sedangkan ursodeoksikolat meningkatkan pengubahan kolesterol menjadi asam kolat, sehingga kadarnya dalam empedu menurun. Sayangnya, penggunaan obat-obatan ini perlu dijalankan lama, sekitar 3 bulan hingga 2 tahun, lalu baru dihentikan minimal 3 bulan setelah semua batu melarut. Kekambuhan dapat terjadi pada 30% pasien yang menjalani terapi pengobatan dalam waktu setahun, dalam hal ini pengobatan perlu diulang kembali.
Sebagai catatan, obat golongan kenodeoksikolat tidak boleh digunakan selama kehamilan karena dapat menyebabkan kecacatan pada janin (bersifat teratogen). Jika obat ini digunakan pada wanita dalam usia subur, perlu dilakukan prosedur pencegahan kehamilan.

Lantas, adakah solusi nutrisi atau bahan-bahan yang bersifat alami yang dapat mengeliminasi batu empedu dari tubuh kita? Mungkinkah buah apel (yang menurut beberapa sumber) benar-benar mampu menghilangkan batu empedu? Lebih lanjut akan saya coba uraikan pada artikel berikutnya.... :)

Rabu, 09 Januari 2013

Buku Saku Kedokteran Tosca Enterprise


Kami menyediakan buku saku kedokteran terbitan Tosca Enterprise, Yogyakarta.

Buku saku ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain materinya cukup ringkas dan lengkap, mudah dipahami, harga yang terjangkau, serta ukuran buku yang mungil sehingga lebih mudah dibawa kemanapun (10cm x 16 cm). Buku ini cocok untuk mahasiswa/i fakultas kedokteran dan kesehatan, co-asisten, hingga dokter sekalipun.

Buku saku tersebut tersedia dalam empat judul, yaitu:
  1. Chirurgica, mengulas serba-serbi ilmu bedah secara ringkas.
  2. Obgynacea, berisi materi obstetri dan ginekologi yang sangat mudah dipahami.
  3. Internoid, mengulas ilmu penyakit dalam plus disertai nilai pemeriksaan laboratorium.
  4. Pediatricia, tentang ilmu kesehatan anak.
Segera miliki buku saku terbitan Tosca Enterprise ini. Dapatkan diskon menarik untuk pemesanan di atas 10 paket (s&k berlaku).

Harga baru per Juli 2013:
1 paket (C-O-I-P): Rp 145.000 + ongkir
Bobot per paket sekitar 900 gram.

Harga baru per Januari 2013 untuk satuan:
C : Rp 30.000 + ongkir
O : Rp 50.000 + ongkir
 I  : Rp 35.000 + ongkir
P : Rp 40.000 + ongkir

Cara pemesanan:
  1. SMS ke 085-234-010-011
  2. Transfer biaya buku + ongkir (lunas)
  3. Barang kami kirim ke alamat tujuan.