Selasa, 22 Januari 2013

Lebih Dekat dengan Batu Kandung Empedu (Kolelitiasis)

Wike Astrid Cahayani

Dewasa ini, penyakit batu empedu (kolelitiasis) menjadi salah satu masalah kesehatan yang penting di belahan dunia Barat. Hal ini dikarenakan 10-20% orang dewasa di benua Amerika terkena batu empedu. Di samping itu, pembiayaan kesehatan untuk mengatasi kolelitiasis dan komplikasinya juga sangat besar. Adapun di Indonesia sendiri, penyakit ini agaknya baru sebatas permasalahan klinis yang ringan, oleh karena angka kejadian yang tercatat tidak begitu besar.  Hal ini disebabkan sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak menunjukkan gejala (asimtomatik).
Meskipun demikian, tidak ada salahnya berkenalan lebih dekat dengan si batu empedu ini. Yah…mungkin saja sedikit informasi yang kita punya bisa bermanfaat bagi teman, kerabat, atau bahkan mungkin diri sendiri yang sedang bergulat dengan batu empedu. Tapi, bagaimana ceritanya ya terbentuknya si batu empedu ini.

“Asal-Muasal” Si Batu Empedu
Mungkin bagi sebagian dari kita, penyakit ini terdengar lebih asing dibandingkan penyakit “batu-batuan” yang lain, misalnya batu ginjal. Gejala yang dirasakan sebagian besar pasien pun tidak seberat penderita batu ginjal, bahkan acapkali tidak menimbulkan gejala.
Lantas, dari manakah batu empedu tersebut berasal? Sebelum membahas lebih jauh, tentunya kita perlu menyinggung sedikit tentang anatomi dan fisiologi dari kandung empedu dan hati.
Hati dan kandung empedu terletak di sebelah kanan atas rongga perut. Secara anatomis, kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk seperti buah pir yang terletak tepat di bawah lobus kanan hepar (hati) dan terdiri atas bagian fundus, korpus, dan kolum. Ukurannya sekitar 7-10 cm. Kandung empedu berfungsi menampung cairan empedu yang disekresi oleh hati . Kapasitas simpan yang dimiliki kandung empedu sekitar 50 ml. Permukaan sebelah dalam kandung empedu ini berupa lapisan mukosa yang membentuk cekungan kecil dekat dengan kolum, yang biasa disebut sebagai kantong Hartman. Kantong Hartman bisa menjadi tempat favorit tertimbunnya batu empedu. Selain di kandung empedu ini, batu empedu juga bisa terbentuk di saluran empedu (koledokolitiasis).
Fungsi utama dari kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Empedu berperan dalam membantu pencernaan dan absorbsi lemak, ekskresi metabolit hati, dan produk sisa seperti kolesterol, bilirubin, dan logam berat. Empedu dapat menjadi pekat selama berada di dalam kandung empedu karena terjadinya proses reabsorbsi ion-ion natrium, kalsium, klorida, dan bikarbonat, serta diikuti oleh proses difusi air sehingga terjadi penurunan pH.

Tipe-tipe Batu
Adapun jenis batu empedu secara klinis digolongkan menurut tiga jenis (ada pula yang menggolongkannya menjadi dua jenis saja), yaitu:
  1. Batu kolesterol, di mana komposisi kolesterol bisa melebihi 70%.
  2. Batu pigmen coklat, komponen utamanya mengandung calcium bilirubinate.
  3. Batu pigmen hitam, kaya akan residu hitam yang tidak terekstraksi.
Di masyarakat Barat, komposisi batu empedu terbanyak adalah batu kolesterol. Pada dasarnya, kolesterol yang tersimpan dalam kandung empedu tadi memiliki sifat tidak larut air. Agar dapat dikeluarkan dari tubuh secara sempurna, maka kolesterol ini harus dibuat sedemikian rupa agar larut dalam air. Caranya dengan diagregasikan bersama garam empedu dan lesitin yang disekresikan ke dalam kandung empedu. Lantas, apabila konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi (titik paling jenuh) empedu, maka kolesterol tidak lagi mampu berada dalam kondisi terdispersi, sehingga dapat menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol yang padat.
Mengenai faktor risiko dan penyebab terbentuknya batu terkait oleh beberapa hal berikut: 
  • Infeksi saluran empedu, yaitu infeksi yang disebabkan oleh kuman E. coli dan kuman lain yang berada dalam saluran empedu. Kuman tersebut dapat memproduksi suatu enzim yang apabila kadarnya berlebihan dapat menyebabkan terbentuknya endapan calcium bilirubinate (komponen batu pigmen). 
  • Stasis empedu. Empedu yang terlalu lama berada dalam kandung empedu dapat menajdi terlalu pekat sehingga terbentuk kristal-kristal kolesterol. 
  • Faktor diet. Diet kaya lemak dapat memicu terbentuknya batu empedu. Obesitas, malnutrisi, atau penurunan berat badan yang terlalu cepat juga dapat memicu peningkatan sekresi kolesterol dalam kandung empedu. 
  • Medikasi. Pengaruh estrogen (kontrasepsi hormonal dan kehamilan), obat penurun kadar kolesterol dalam darah, obat penurun berat badan. 
  • Jenis kelamin. Baik pria maupun  wanita sama-sama memiliki kemungkinan terkena penyakit batu empedu. Akan tetapi, angka kejadian pada wanita terutama bagi mereka yang berusia di atas 40 tahun akan meningkat 20% lebih besar dibandingkan pria. Hal ini juga terkait erat oleh faktor hormonal dalam siklus hidup wanita, serta akumulasi penggunaan kontrasepsi hormonal.
  • Riwayat keturunan dalam keluarga.
Gejala Batu Kandung Empedu
Berdasarkan gejalanya, pasien dengan batu empedu pada umumnya dikelompokkan menjadi tiga kelompok:
1. Pasien dengan batu asimtomatik (tanpa gejala)
Sekitar 70-80% pasien dengan batu empedu pada umumnya tidak menunjukkan gejala. Dari sejumlah pasien tersebut, rata-rata tetap asimtomatik seumur hidupnya, sedangkan sebagian kecil mengalami gejala nyeri yang khas dan juga komplikasi.
2. Pasien dengan batu simtomatik (dengan gejala)
Gejala batu empedu yang sifatnya khas adalah kolik bilier. Kolik bilier ini merupakan rasa nyeri yang hebat sampai kejang  yang pada umumnya dirasakan di daerah rongga perut sebelah kanan atas, tempat di mana kandung empedu dan salurannya berada. Nyeri hebat tersebut juga bisa berlokasi di daerah epigastrium tetapi ada pula yang merasakannya di perut sebelah kiri atau di dekat jantung. Nyeri berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam. Di samping nyeri, gejala juga dapat disertai muntah, menggigil, dan rasa terbakar di bagian epigastrium (heartburn).
3. Pasien dengan komplikasi batu empedu
Komplikasi yang terjadi bisa berupa:
  • Kolesistitis akut, yaitu peradangan akut kandung empedu. Gejalanya meliputi nyeri perut kanan atas, kadang disertai mual, muntah, dan demam.
  • Ikterus, yaitu perubahan warna kulit, sklera mata, atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang kadarnya meningkat dalam sirkulasi darah.
  • Kolangitis. Istilah ini biasanya digunakan untuk peradangan akut dinding saluran empedu, yang sebagian besar disebabkan oleh invasi bakteri atau adanya sumbatan oleh batu di dalam saluran empedu. Gejala kolangitis akut yang klasik adalah trias Charcot, meliputi nyeri perut daerah kanan atas, ikterus, dan demam (50% kasus). Kondisi parah dari kolangitis adalah kolangitis akut supuratif (empedunya bersifat purulen/bernanah) yang gejalanya adalah trias Charcot ditambah penurunan tekanan darah, jumlah urin berkurang, dan gangguan kesadaran.
  • Pankreatitis batu empedu akut, yaitu peradangan pankreas akibat sumbatan batu empedu di papilla Vateri.
Diagnosis Batu Kandung Empedu
Sebelum ditemukan teknologi pencitraan mutakhir seperti menggunakan ultrasonografi, diagnosis batu kandung empedu didasarkan pada hasil anamnesis dengan pasien dan hasil pemeriksaan fisik. Karena gejalanya yang sulit dibedakan, penyakit ini sering disalahartikan sebagai gastritis atau hepatitis yang berulang.
Saat ini, metode dan pilihan pertama untuk menunjang pemeriksaan terhadap adanya batu kandung empedu adalah dengan ultrasonografi (USG) pada daerah perut.  Dengan USG, ketepatan diagnosis terhadap adanya batu empedu ini bisa meningkat hingga 95%. Selain menggunakan USG, batu empedu juga dapat dilihat dengan CT Scan (Computed Tomography Scan) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Dapat pula menggunakan pemeriksaan radiologi yang spesifik, yaitu dengan HIDA Scan (Hepatobiliary Iminodiacetic Acid Scan). HIDA Scan dapat memeriksa aliran empedu yang mengalir dari hati dan kandung empedu menuju ke usus halus (bagian duodenum).
Pemeriksaan laboratorium juga dibutuhkan untuk menunjang tegaknya diagnosis batu empedu, di samping untuk mengidentifikasi apakah terdapat kerusakan pada organ hati dan pankreas sebagai akibat komplikasi kolelitiasis. Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan antara lain, hitung darah lengkap (Complete Blood Count/CBC), Chem 12 (Comprehensive Metabolic Panel), dan Lipase. Dari hitung darah lengkap, kita dapat memperoleh informasi jumlah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan trombosit. Hitung darah lengkap juga mengidentifikasi ukuran dan bentuk dari eritrosit, serta tipe-tipe leukosit. Chem 12 pada umumnya memeriksa biokimia darah dan dapat membantu diagnosis terhadap penyakit yang terjadi pada hati dan ginjal. Panel dalam Chem 12 meliputi elektrolit-elektrolit (natrium, kalium, karbon dioksida, klorida), tes fungsi ginjal (kreatinin, blood urea nitrogen), protein (albumin, total protein), tes fungsi hati (SGPT, SGOT, bilirubin), glukosa, dan kalsium. Lipase merupakan enzim yang diproduksi oleh pankreas. Tes lipase berfungsi untuk mengukur kadar lipase dalam serum, yang apabila kadarnya meningkat berarti dimungkinkan terjadinya kerusakan atau peradangan pada pankreas (pankreatitis).

Penatalaksanaan Batu Empedu
Penanganan yang sifatnya pencegahan untuk batu empedu asimtomatik pada umumnya tidak dianjurkan. Hal ini dikarenakan sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan mengalami keluhan, selain karena masalah jumlah batu, besar, maupun komposisinya tidak berhubungan dengan timbulnya gejala selama dalam pemantauan klinis. Kalaupun nanti timbul keluhan, umumnya ringan sehingga penanganannya dapat elektif.
Penanganan standar baku batu empedu saat ini berupa pembedahan yang aman dan efektif dengan jalan laparoskopik. Dibandingkan bedah terbuka pada umumnya, bedah laparoskopik memiliki kelebihan berupa rasa nyeri yang minimal, masa pulih yang lebih cepat, masa rawat yang pendek, dan luka parut yang sangat minimal yang akan tersembunyi di daerah umbilikus (pusar). Mengenai penanganan batu empedu yang lebih jarang, bisa melalui penghancuran dengan gelombang-getaran (shock waves) atau dengan penggunaan obat pelarut batu.
Adapun zat pelarut batu empedu, hanya digunakan untuk tipe batu kolesterol pada pasien yang karena suatu sebab tidak dapat melalui prosedur pembedahan. Mekanisme kerja obat pelarut batu empedu berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol sehingga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu diharapkan dapat melarut lagi. Jenis obat yang tersedia adalah golongan kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Kenodeoksikolat bekerja dengan cara menghambat sintesis kolesterol dalam hati, sedangkan ursodeoksikolat meningkatkan pengubahan kolesterol menjadi asam kolat, sehingga kadarnya dalam empedu menurun. Sayangnya, penggunaan obat-obatan ini perlu dijalankan lama, sekitar 3 bulan hingga 2 tahun, lalu baru dihentikan minimal 3 bulan setelah semua batu melarut. Kekambuhan dapat terjadi pada 30% pasien yang menjalani terapi pengobatan dalam waktu setahun, dalam hal ini pengobatan perlu diulang kembali.
Sebagai catatan, obat golongan kenodeoksikolat tidak boleh digunakan selama kehamilan karena dapat menyebabkan kecacatan pada janin (bersifat teratogen). Jika obat ini digunakan pada wanita dalam usia subur, perlu dilakukan prosedur pencegahan kehamilan.

Lantas, adakah solusi nutrisi atau bahan-bahan yang bersifat alami yang dapat mengeliminasi batu empedu dari tubuh kita? Mungkinkah buah apel (yang menurut beberapa sumber) benar-benar mampu menghilangkan batu empedu? Lebih lanjut akan saya coba uraikan pada artikel berikutnya.... :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar